Rabu, 12 November 2025   |   WIB
en | id
Rabu, 12 November 2025   |   WIB
Dinamika Pemutakhiran Data Pulau Indonesia

Cibinong, Berita Geospasial – Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia perlu memperbarui data pulau untuk menjamin akurasi Informasi Geospasial (IG) yang mendukung kedaulatan, tata kelola wilayah, serta pelestarian budaya, dan sejarah. Untuk itu, Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Direktorat Pemetaan Rupabumi Wilayah Laut dan Pantai (DPRWLP) mengadakan Forum Group Discussion (FGD) dengan tema `Pemutakhiran Data Pulau Berdasarkan Gazeter Republik Indonesia (GRI)’ pada Jumat, 15 November 2024.

Direktur DPRWLP Astrit Rimayanti dalam sambutannya menyampaikan bahwa jumlah pulau di Indonesia berdasarkan GRI 2023 adalah 17.374 pulau, yang akan segera dimutakhirkan melalui Penetapan Nama Rupabumi Baku Tahun 2024 menjadi 17.380 pulau.

"Kami membutuhkan masukan untuk menyusun metode pemutakhiran data pulau yang dapat menjadi acuan nasional, mengingat dinamika garis pantai, dan kebutuhan akurasi data," ujarnya.

Menurut Astrit, dinamika perubahan jumlah pulau tersebut merupakan hasil dari proses penyelenggaraan nama rupabumi BIG bersama pemerintah daerah dan kementerian/lembaga sampai dengan tahun 2024, dimana terdapat usulan penambahan, maupun usulan perubahan nama rupabumi baku. Adanya pengurangan jumlah pulau disebabkan oleh penghapusan pulau yang menyatu dengan daratan lain, atau tidak memenuhi kriteria. Selain itu, ada beberapa pulau yang kemudian dikategorikan ulang menjadi mangrove atau gosong, karena tenggelam saat pasang.

"Sementara penambahan pulau baru terjadi karena adanya pulau-pulau yang sebelumnya belum teridentifikasi," jelas Dyah Pangastuti, Surveyor Pemetaan Ahli Madya dari DPRWLP.

Salah satu fokus pembahasan dalam FGD adalah definisi pulau yang merujuk pada kriteria dari United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yaitu daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi air, dan tetap muncul di permukaan saat pasang. Diskusi juga menyoroti isu pulau kecil, pulau buatan, serta fenomena hilangnya pulau akibat kenaikan muka laut atau aktivitas manusia.

Eka Djunarsjah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menjelaskan pentingnya strategi pemutakhiran data pulau yang melibatkan survei lapangan, penginderaan jauh, dan validasi data oleh pemerintah daerah.

"Pendekatan inklusif dan teknologi berbasis data geospasial sangat diperlukan untuk menghasilkan data yang akurat," tegasnya.

Lebih lanjut, hasil FGD menyepakati perlunya regulasi nasional yang seragam terkait definisi dan pemutakhiran data pulau. BIG didorong segera mempublikasikan data terbaru melalui GRI dan Sistem Informasi Pulau (SIPulau) yang lebih komprehensif.

"FGD ini memperkuat komitmen BIG dalam menjaga akurasi dan keakuratan data geospasial Indonesia. Kami akan terus memperbaharui data pulau secara berkala agar dapat memenuhi kebutuhan nasional dan internasional," pungkas Astrit.

Sebagai informasi, FGD pemutakhiran data pulau dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian, lembaga, universitas, dan institusi terkait. Selain Eka Djunarsjah, narasumber yang hadir adalah I Made Andi Arsana dari Universitas Gadjah Mada, serta Eddy Prahasta.

Kegiatan ini juga diharapkan menghasilkan metode pemutakhiran yang lebih efektif, dan langkah tindak lanjut yang selaras dengan peraturan pemerintah. FGD kemudian diakhiri dengan penandatanganan berita acara sebagai dasar penyusunan kebijakan lanjutan terkait pemutakhiran data pulau. (NIN/LR)