Rabu, 12 November 2025   |   WIB
en | id
Rabu, 12 November 2025   |   WIB
Komodifikasi Nama Rupabumi: Tantangan Kebijakan Toponimi di Indonesia

Cibinong, Berita Geospasial – Corporate University (CorpU) Badan Informasi Geospasial (BIG) menggelar sharing session bertajuk “Nilai Toponim & Fenomena Jual Beli Hak Penamaan” pada Jumat, 14 Maret 2025. Acara ini membahas dampak komersialisasi nama rupabumi terhadap kebijakan nasional dan identitas geografis.

Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Informasi Geospasial (PPKIG) BIG, Ratna Sari Dewi, menegaskan bahwa praktik jual beli hak penamaan tidak boleh menggeser nilai budaya dan sejarah dalam penamaan rupabumi. “BIG sebagai National Names Authority harus mengkaji implikasi kebijakan ini lebih dalam,” ujarnya.

Harry Ferdiansyah, Surveyor Pemetaan Ahli Madya BIG, menjelaskan bahwa regulasi terkait penamaan rupabumi telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021. Namun, penerapannya masih menghadapi tantangan besar. “Perubahan nama ini bisa berimplikasi pada administrasi pemerintahan dan identitas nasional,” katanya.

Sementara itu, Aji Putra Perdana, Surveyor Pemetaan Ahli Madya BIG, menyoroti bagaimana nama komersial dapat menghapus jejak historis suatu tempat. “Nama yang digunakan dalam waktu lama bisa melekat di benak masyarakat, menggeser nama asli yang memiliki nilai historis,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa perubahan nama karena kepentingan bisnis dapat menyulitkan dokumentasi spasial dan navigasi.

Dalam diskusi, dibahas juga kebijakan penamaan rupabumi di negara lain yang melarang penggunaan nama komersial dalam nama tempat resmi. “Singapura, misalnya, sangat fokus pada navigasi sehingga mereka menghindari penggunaan nama komersial,” tambah Aji.

Sharing session ini menggarisbawahi pentingnya regulasi yang lebih ketat untuk menjaga identitas geografis dan budaya Indonesia. BIG, sebagai otoritas toponimi, perlu wewenang lebih besar dalam mengawasi perubahan nama rupabumi agar nilai historis dan budaya suatu wilayah tetap utuh. (RKI/IP)