Cibinong, Berita Geospasial — Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Direktorat Pemetaan Rupabumi Wilayah Laut dan Pantai (DPRWLP) menggelar diskusi panel bertema `Generalisasi Peta Dasar di Wilayah Laut dan Pantai untuk Skala Menengah dan Skala Kecil` pada Kamis, 27 Mei 2025. Diskusi ini menjadi bagian dari langkah strategis BIG dalam menyusun metode generalisasi garis pantai dan hipsografi laut secara sistematis.
Pada diskusi ini, BIG melibatkan akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Universitas Diponegoro, serta perwakilan dari Direktorat Pemetaan Rupabumi Wilayah Darat (DPRWD) dan Direktorat Pemetaan Batas Wilayah dan Nama Rupabumi (DPBWNR).
Direktur DPRWLP Astrit Rimayanti menjelaskan, generalisasi dilakukan bertahap dari skala besar menuju skala menengah dan kecil. “Kami ingin menjaga konsistensi dan akurasi informasi geospasial. Karena ini, diskusi ini menjadi wadah berbagi gagasan untuk menghasilkan peta dasar yang informatif dan bermanfaat,” ujarnya.
Pada sesi paparan, Yorda Prita Utama dari DPRWLP menyampaikan materi tentang spesifikasi teknis garis pantai berdasarkan Surat Keputusan Deputi BIG Nomor 4.1 Tahun 2023. Ia menyebut tiga jenis garis pantai berdasarkan datum pasang surut, yaitu:
“Kami menggunakan metode eliminasi, penggabungan, simplifikasi, atau smoothing. Evaluasi kualitas kami lakukan dengan RMSE (Root Mean Squared Error) dan CE90 (Circular Error 90%) agar sesuai standar BIG,” jelas Yorda.
Lufti Rangga Saputra dari DPRWLP melanjutkan dengan paparan tentang generalisasi hipsografi laut. Ia menerapkan ladder approach untuk menjaga konsistensi kontur kedalaman antarskala.
“Kami menghadapi tantangan pada perbedaan referensi vertikal seperti geoid, ellipsoid, dan pasut. Wilayah pesisir dan pulau kecil perlu perhatian khusus karena rentan terhadap pergeseran data,” katanya.
Sesi diskusi menghasilkan sejumlah pemikiran kritis, antara lain:
Para panelis juga mengingatkan bahwa proses generalisasi berdampak pada aspek hukum, seperti batas administrasi, legalitas Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta ketepatan data spasial untuk kebijakan nasional.
Kegiatan ditutup dengan pernyataan komitmen untuk menyusun pedoman teknis generalisasi peta laut dan pantai yang komprehensif. Diskusi ini menjadi langkah awal untuk mewujudkan data geospasial nasional yang lebih akurat, terintegrasi, dan mendukung pembangunan berbasis ruang. (SMN/NIN)