Rabu, 12 November 2025   |   WIB
en | id
Rabu, 12 November 2025   |   WIB
BIG Perkuat Kapasitas Hadapi Ancaman Kenaikan Permukaan Air Laut

Bogor, Berita Geosapsial – Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Direktorat Sistem Referensi Geospasial (SRG) berkolaborasi dengan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), sukses menggelar seminar daring bertajuk `Capacity Building Seminar: Responding to Sea Level Rise Hazard in Indonesia` pada Selasa, 3 Juni 2025. Seminar ini berhasil menarik ratusan partisipan dari enam participating parties, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, China, dan Chinese Taipei.

Sebanyak empat narasumber dihadirkan untuk membagikan pengetahuan dan pengalaman. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari proposal Indonesia dalam `Workshop on Managing Potential Conflict in the South China Sea` di Semarang, yang bertujuan meningkatkan kesadaran atas kerentanan wilayah pesisir serta memperkuat kapasitas teknologi observasi bumi berbasis satelit.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Strategi Kebijakan Isu Khusus dan Analisis Data Kemlu Made P. Sentanajaya menyampaikan apresiasi atas inisiatif BIG. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antarlembaga dalam menghadapi dampak kenaikan muka air laut.

“Kenaikan muka laut berdampak serius pada lingkungan, keamanan pesisir, dan batas maritim global. Inisiatif BIG sangat berharga untuk memperkuat kerja sama, memperdalam pemahaman, dan meningkatkan ketahanan kolektif dalam upaya mitigasi,” ujar Made dalam sambutannya.

Direktur SRG BIG Moh Fifik Syafiudin menyatakan, seminar ini menjadi ajang pertukaran pengetahuan tentang teknologi pengamatan bumi berbasis satelit. “Ini merupakan wujud nyata komitmen Indonesia dalam menjaga masa depan lingkungan pesisir,” jelasnya.

Pada seminar ini, Profesor Jonson Lumban Gaol dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengungkapkan bahwa perubahan iklim merupakan tantangan besar abad ini. Ia menyoroti pentingnya kemampuan memantau perubahan melalui satelit.

“Kenaikan permukaan air laut di perairan Indonesia meningkat lebih cepat dari rata-rata global. Menghadapi fenomena ini, kita harus terus memantau, memprediksi, dan beradaptasi untuk melindungi masyarakat pesisir Indonesia,” tegas Jonson.

Deputi Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) BIG Ibnu Sofian menambahkan, pemodelan laut yang akurat sangat diperlukan. Ia menjelaskan bahwa penggunaan model seperti Hybrid Coordinate Ocean Model (HYCOM) dan Regional Ocean Modeling System (ROMS) terbukti efektif dalam memprediksi perubahan muka laut, suhu, hingga salinitas yang berdampak pada cuaca ekstrem.

“Pengembangan model penilaian kerentanan pesisir untuk memenuhi kebutuhan perencanaan dan adaptasi harus ditindaklanjuti melalui penelitian lanjutan dengan model yang lebih canggih untuk membantu meningkatkan kesiapsiagaan bencana dan pengelolaan pesisir,” ujar Ibnu.

Dua narasumber lainnya, Furqon Alfahmi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Masita Dwi Mandini Manessa dari Universitas Indonesia (UI), menegaskan pentingnya data, teknologi penginderaan jauh, dan komputasi awan (cloud computing) dalam mendukung pemantauan real time serta peringatan dini yang efektif untuk wilayah pesisir.

Seminar yang ditutup dengan sesi diskusi interaktif ini memperkuat komitmen Indonesia dalam menghadapi dampak perubahan iklim. BIG bersama para ahli terus mendorong pemanfaatan teknologi canggih dan kolaborasi lintas sektor untuk menjaga keberlanjutan kawasan pesisir di tengah tantangan kenaikan muka air laut. (ES/RI/BTW/NIN)