Senin, 17 November 2025   |   WIB
en | id
Senin, 17 November 2025   |   WIB
37 Unsur Rupabumi Bawah Laut Indonesia Ditetapkan dalam GEBCO Gazetteer pada SCUFN-38 di Bali

Bali, Berita Geospasial - Indonesia kembali menunjukkan kiprahnya di panggung internasional melalui keberhasilan membakukan 37 nama unsur rupabumi bawah laut dalam International Hydrographic Organization and the Intergovernmental Oceanographic Commission General Bathymetric Chart of the Oceans (IHO-IOC GEBCO) Gazetteer of Undersea Feature Names. Capaian ini diumumkan pada 38th Meeting of the GEBCO Sub-Committee on Undersea Feature Names (SCUFN-38) yang tahun ini digelar di Bali pada 10-14 November 2025.

Pertemuan SCUFN berada di bawah koordinasi IHO dan IOC United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), serta berafiliasi dengan United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Forum ini menjadi ajang strategis bagi para ahli geospasial kelautan dunia untuk memastikan konsistensi, transparansi, dan harmonisasi penamaan unsur rupabumi bawah laut secara global.

Pada SCUFN-38, delegasi Indonesia yang terdiri atas Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) mengajukan 44 proposal nama unsur bawah laut. BIG diwakili oleh Direktur Pemetaan Rupabumi Wilayah Laut dan Pantai Astrit Rimayanti beserta tim teknisnya. Keikutsertaan ini menjadi wujud implementasi PP Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, khususnya Pasal 31 yang menegaskan pentingnya peran aktif Indonesia dalam forum internasional terkait penamaan unsur rupabumi.

Pembukaan pertemuan dilakukan oleh Chair SCUFN Yasuhiko Ohara dari Jepang, yang mengapresiasi kontribusi seluruh negara peserta. Selain Indonesia, sejumlah negara lain juga mengajukan proposal, di antaranya Brasil, Kanada, Chile, Tiongkok, Jerman, Yunani, India, Jepang, Meksiko, Selandia Baru, Oman, Filipina, Korea Selatan, Rusia, dan Amerika Serikat.

Dari total 44 usulan Indonesia, 24 unsur berasal dari BIG dan 20 dari Pushidrosal. Unsur tersebut mencakup:

  • Gawir bawah laut
  • Ngarai bawah laut
  • Lembah bawah laut
  • Punggungan bawah laut
  • Bukit bawah laut
  • Karang dan gosong

Sebagian besar berlokasi di utara Papua, Samudra Pasifik Selatan, dan merupakan hasil Survei Landas Kontinen Ekstensi 2019. Sedangkan, unsur karang dan gosong diambil dari hasil Survei Batimetri Kepulauan Seribu 2021. Seluruh nama telah melalui proses penelaahan nasional sebelum diajukan secara resmi ke GEBCO.

Pada kesempatan ini, Direktur Pemetaan Rupabumi Wilayah Laut dan Pantai BIG Astrit Rimayanti menjelaskan pentingnya pembakuan unsur bawah laut bagi Indonesia. Ia menuturkan bahwa Indonesia memiliki banyak unsur rupabumi bawah laut yang belum teridentifikasi dan dibakukan namanya.

“BIG akan terus mengidentifikasi unsur bawah laut berdasarkan hasil survei BIG maupun K/L lainnya, serta mendorong pembakuannya di tingkat nasional dan internasional. Pembakuan unsur ini sangat penting karena nama rupabumi merupakan bagian dari identitas dan kedaulatan negara,” ucapnya.

Dari 44 usulan, SCUFN akhirnya menerima 37 nama unsur rupabumi bawah laut Indonesia. Dua di antaranya memiliki nilai budaya yang kuat, yakni Lembah Bawah Laut Mansi (Mansi Valley) dan Punggungan Bawah Laut Sararken (Sararken Ridge).

Nama `Mansi` merujuk pada Marga Mansi dari Papua yang dalam cerita turun-temurun dipercaya mampu mengalahkan naga laut. Sedangkan, `Sararken` berarti gurita, terinspirasi dari kisah lama tentang gurita besar yang diyakini menjaga wilayah tangkapan ikan di kawasan tersebut.

Penamaan tersebut merupakan hasil kolaborasi BIG dengan masyarakat adat melalui narasumber ondoafi, menunjukkan bahwa kearifan lokal berperan penting dalam pengayaan data geospasial nasional. Kolaborasi ini sekaligus menegaskan bahwa pengetahuan masyarakat adat tetap menjadi sumber nilai yang berharga dalam pembangunan dan pemetaan wilayah kelautan Indonesia.

Capaian ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara maritim yang aktif, berdaulat, dan berkontribusi nyata dalam penataan informasi geospasial bawah laut di tingkat global.

Reporter: Adisty Pratamasari
Editor: Kesturi Haryunani